Pas makan rujak liat-liat sekeliling mataku tertuju ke lapangan atau tanah lapang berpaving di belakang tenda tukang rujak, ingatanku kembali ke masa sekolah SD dulu. Dulu tiap sore habis pulang sekolah aku dan temen-temen sering main sepak bola dilapangan itu. Dulu lapangannya rumput disekelilingnya banyak pohon, sekarang lapangan itu dipaving. Lapangan itu ada di sebelah timur patung tentara PETA. Ah..patung tentara PETA, patung-patung itu adalah Monumen PETA Blitar. Sebuah monumen untuk mengenang pemberontakan tentara PETA Blitar tahun 1945. Kebetulan bawa kamera, jadi jeprat-jepret memfoto monumen dan sekitarnya.
Seperti yang tertulis di plakat di bawah patung Supriyadi “ DI TEMPAT INI, PADA TANGGAL 14 FEBRUARI 1945 TEPAT PADA JAM 02.30 DINI HARI BERDENTUMLAH SUARA MORTIR YANG PERTAMA SEBAGAI TANDA DICETUSKANNYA PEMBERONTAKAN TENTARA PETA BLITAR YANG DIPIMPIN SODANCHO SUPRIYADI MELAWAN PENJAJAH JEPANG. BERSAMA DENGAN GERAKAN PASUKAN TERSEBUTDIKIBARKANLAH BENDERA PUSAKA MERAH PUTIH DITIANG BENDERA LAPANGAN APEL TENTARA PETA YANG TERLETAK DI SEBERANG MARKAS DAIDAN “ Monumen ini dibangun untuk mengenang peristiwa Pemberontakan tentara PETA (Para pemuda yang dilatih militer Jepang, dengan harapan dapat membantu Jepang menahan gempuran Sekutu) Blitar yang dipimpin oleh Sodancho Supriyadi pada tanggal 14 Februari 1945. Pemberontakan itu (penyergapan mendadak terhadap kantor telepon, markas kepolisian, gudang amunisi, dan sasaran-sasaran lain yang semua masih dikuasai orang-orang pendek dari Negeri Matahari Terbit) dilakukan karena para pemuda tersebut sudah tidak tahan atas perlakukan tentara jepang terhadap rakyat.
Monumen PETA ini dulunya bentuknya tidak seperti sekarang ini. Monumen pertama berbentuk lingkaran kolam yang ditengah-tengahnya berdiri sebuah patung tentara PETA menyandang senjata. Patung itu berlandaskan miniatur Gunung Kelud. Patung Tentara PETA itu sekarang masih ada, cuman diletakkan di belakang monumen. Monumen kolam itu dirombak total menjadi sebuah patung Sodancho Supriyadi mengepalkan tangannya.
Para pejuang PETA yang memberontak bukan hanya Sodancho Soepriadi. Tetapi putra Blitar tersebut didukung oleh 6 tokoh yang lain, yaitu : Chudancho dr Soeryo Ismail, Shodancho Soeparjono, Budancho Soedarmo, Shodancho Moeradi, Budancho Halir Mangkoe Dijaya, dan Budancho Soenanto. Berangkat dari kesadaran bahwa keenam pejuang PETA tersebut juga bahu-membahu bersama Sodancho Soepriadi melawan Jepang, maka Pemerintah Kota Blitar ingin menempatkan mereka sebagaimana layaknya para pejuang. Cara yang dipilih adalah, dengan membangun patung keenam tokoh tersebut, satu area di kompleks Monumen PETA. Tanpa mengesampingkan peran sentral tokoh Sodancho Soepriadi sebagai pemimpin pemberontakan, maka keenam patung tokoh tersebut, dibangun mengapit patung Sodancho Soepriadi yang lebih dulu dibangun. Posisinya, tiga patung di sisi timur dan tiga lainnya di sisi barat. Peletakan batu pertama yang menandai dibangunnya keenam patung pahlawan PETA tersebut, dilakukan oleh Walikota Blitar Drs H Djarot Syaiful Hidayat MS. 16 Agustus 2007. Dan monumen tersebut selesai dipugar dan diresmikan 14 Pebruari 2008 tepat pada hari peringatan Pemberontakan PETA Blitar.
Masih banyak lagi cerita-cerita dibalik Pemberontakan PETA Blitar, seperti dikibarkannya Bendera Merah Putih setelah peristiwa, misteri raibnya sang pemimpin pemberontakan Supriyadi yang hingga kini belum diketahui. Untuk lebih detailnya mungkin link-link berikut bisa membantu :
http://cahdjengkol.multiply.com/journal/item/79
http://anusapati.blogdetik.com/2008/08/11/supriyadi-muncul/
http://rosodaras.wordpress.com/2009/07/18/bung-karno-terlibat-pemberontakan-peta/
http://www.hermawan.net/index.php?action=news.detail&id_news=18521
Tidak ada komentar:
Posting Komentar